TBC
Stefanus Immanuel Wijaya • 8B • 30
Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kondisi ini dapat
menyerang otak, kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, jantung dan tulang
belakang. Namun, infeksi TBC paling sering menyerang paru-paru.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC berada di
peringkat kedua sebagai penyakit menular yang mematikan. Indonesia
termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di Asia
Tenggara. Merujuk data 2012, jumlah pengidap TBC yang mencapai 305 ribu
jiwa.
Penyebab Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis dapat menular lewat semburan air
liur ketika pengidap TBC batuk, bersin, bicara, tertawa atau bernyanyi.
Meskipun cara penularannya mirip dengan pilek atau flu, TBC tidak menular
semudah itu. Kamu perlu berkontak dekat dengan pengidap TBC dalam waktu lama
(beberapa jam) untuk bisa tertular penyakit ini.
Selain itu, tidak semua pengidap TBC bisa menularkan penyakitnya.
Anak-anak yang mengidap TBC, mereka tidak bisa menularkannya ke anak lain
maupun orang dewasa.
- HIV
dan TBC
Melansir dari Mayo Clinic, sejak 1980an, kasus
TBC meningkat drastis akibat infeksi
HIV dan pengidap HIV lebih rentan terkena TBC. Namun, mengapa
demikian? Simak informasi lengkapnya pada artikel: Orang dengan HIV dan AIDS Berisiko Terkena Tuberkulosis.
- TB
yang resisten terhadap obat
Alasan tuberkulosis menjadi salah satu penyebab kematian terbesar yaitu
karena meningkatnya strain yang kebal (resisten) terhadap obat. Hal ini terjadi
akibat pengidapnya tidak meminum obat sesuai petunjuk atau tidak menyelesaikan
pengobatan. Ketika antibiotik gagal membunuh semua bakteri yang menjadi
targetnya, bakteri tersebut otomatis menjadi resisten.
Faktor Risiko Tuberkulosis
Semua orang berisiko tertular tuberkulosis. Tetapi, ada beberapa faktor
yang meningkatkan risiko penularannya, seperti:
- Melemahnya
sistem kekebalan tubuh akibat mengidap penyakit atau meminum obat-obatan
tertentu.
- Bayi
dan anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya masih berkembang.
- Orang
lanjut usia yang sistem kekebalan tubuhnya mulai menurun.
- Individu
yang bepergian ke daerah dengan kasus TBC tinggi.
- Konsumsi
alkohol berlebihan yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
- Perokok
aktif maupun pasif.
- Bekerja
di fasilitas kesehatan yang mengharuskan berkontak erat dengan orang
sakit.
- Tinggal
bersama pengidap TBC.
Gejala Tuberkulosis
Tuberkulosis tidak selalu menunjukkan gejala sakit. Para ahli
membedakannya atas kedua jenis TBC, yaitu:
- TBC
laten
Pada jenis TBC ini, bakteri dalam keadaan tidak aktif sehingga
pengidapnya tidak mengalami gejala apapun. Karena itu, jenis laten bersifat
tidak menular. Tetapi, kondisinya perlu diobati agar tidak berkembang menjadi
TB aktif.
- TBC
aktif
Bakteri TBC dapat menular dan menimbulkan sejumlah gejala setelah
infeksi terjadi. Tanda dan gejala TB aktif meliputi:
- Batuk
selama tiga minggu atau lebih.
- Batuk
darah atau lendir.
- Nyeri
dada.
- Penurunan
berat badan.
- Kelelahan.
- Demam.
- Keringat
saat malam hari.
- Panas
dingin.
- Kehilangan
selera makan.
Jika menginfeksi organ lain, tanda dan gejalanya bisa bervariasi
tergantung organ mana yang terinfeksi. Misalnya, TBC tulang belakang dapat
menyebabkan sakit punggung, dan TBC di ginjal dapat menyebabkan urine
berdarah.
Apakah Penyakit TBC Berbahaya?
TBC bisa berakibat fatal, tetapi dalam banyak kasus, saat ini TBC dapat
dicegah dan diobati sedari awal. Namun, di masa lalu, TBC adalah salah satu
penyebab utama kematian di seluruh dunia. Berita baiknya, TBC dapat disembuhkan
melalui pengobatan yang tepat dan rutin.
Diagnosis Tuberkulosis
Selama pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa kelenjar getah bening
untuk mengidentifikasi pembengkakan paru. Jika ada indikasi TBC, dokter perlu
melakukan salah satu opsi tes berikut untuk memastikannya:
1. Tes Mantoux
Tes Mantoux atau disebut juga sebagai tuberculin skin test (TST)
adalah salah satu alat diagnosis yang paling umum digunakan. Melalui tes ini,
zat tuberkulin disuntikkan tepat di bawah kulit lengan. Dalam 48 hingga 72 jam,
dokter akan memeriksa pembengkakan pada tempat suntikan. Seseorang dinyatakan
positif TBC apabila timbul benjolan merah di area suntikan.
Jika kamu ingin mengetahui lebih dalam mengenai pemeriksaan ini, kamu
bisa membaca artikel: Mengenal Tes Mantoux, Pemeriksaan untuk Mendeteksi TBC.
2. Tes darah
Melalui tes ini, dokter dapat mengukur reaksi sistem kekebalan terhadap
bakteri TB. Tes darah juga bisa menentukan seseorang memiliki TB laten atau TB
aktif.
3. Tes pencitraan
Jika hasil tes mantoux positif, dokter kemungkinan akan merekomendasikan
rontgen dada atau CT scan. Melalui tes pencitraan tersebut, dokter dapat
mendeteksi perubahan pada paru-paru. Biasanya, infeksi TB akan menunjukan
bintik-bintik putih pada paru-paru akibat tertutupnya sistem kekebalan tubuh
oleh bakteri TB.
4. Tes dahak
Jika rontgen dada menunjukkan tanda-tanda tuberkulosis, dokter akan
mengambil sampel dahak. Sampel digunakan untuk menguji jenis TB yang resisten
terhadap obat. Hal ini bisa membantu dokter dalam memilih obat TBC yang paling
efektif.
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TBC berfokus pada konsumsi obat sesuai anjuran dokter yang dapat berlangsung dari enam
hingga sembilan bulan. Selama pengobatan TBC, penting bagi pengidapnya untuk
patuh mengonsumsi obat sesuai yang dokter resepkan dan tidak menghentikannya
sebelum dokter mengizinkan.
Sebab, jika pengidap TBC berhenti minum obat sebelum waktu yang
disarankan, bakteri TBC berisiko kebal terhadap obat. Kondisi ini membuat
pengidapnya membutuhkan pengobatan TBC yang lebih lama dengan terapi yang
berbeda, dan mungkin lebih berdampak negatif untuk tubuh.
Dokter juga kemungkinan akan menggunakan lebih dari satu obat
(kombinasi) untuk pengobatan TBC. Berikut adalah obat-obatan yang dapat dokter
resepkan:
- Pirazinamid.
- Isoniazid.
- Rifampisin.
- Etambutol.
- Rifapentin.
Selayaknya jenis obat lainnya, obat TBC juga dapat menimbulkan efek
samping, antara lain:
- Warna
urine yang menjadi kemerahan.
- Timbulnya
gangguan penglihatan.
- Gangguan
saraf.
- Gangguan
fungsi liver atau hati.
Untuk menghindari efek samping tersebut, dokter akan menyesuaikan jenis,
dan dosis pengobatan TBC berdasarkan usia dan keparahan TBC. Khususnya bagi
pengidapnya yang masih anak-anak atau ibu hamil. Sementara itu, bagi pengidap
TBC yang menjalani puasa, berikut adalah informasi mengenai panduan
konsumsinya: Harus Rutin, Begini Aturan Minum Obat TBC Saat Puasa.
Efektivitas pengobatan TBC mungkin memerlukan beberapa minggu sebelum
pengidapnya mulai merasa lebih baik. Lamanya waktu pengobatan TBC bekerja akan
bergantung pada kesehatan pengidapnya secara keseluruhan dan tingkat keparahan
TBC.
Namun, penting untuk terus meminum obat persis seperti yang dokter
resepkan dan menyelesaikan seluruh rangkaian antibiotik. Konsumsi obat selama 6
bulan adalah cara terbaik untuk memastikan bakteri TBC mati.
Komplikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis bisa fatal apabila tidak segera terobati. Seiring waktu,
bakteri dapat merusak organ paru-paru maupun organ lain yang terinfeksi.
Komplikasi TBC yang perlu kamu waspadai, antara lain:
- Nyeri
punggung adalah komplikasi umum dari tuberkulosis.
- Kerusakan
sendi yang mempengaruhi pinggul dan lutut.
- Pembengkakan
selaput yang menutupi otak (meningitis). Kondisi ini ditandai dengan sakit
kepala yang berlangsung lama (berminggu-minggu).
- Masalah
hati atau ginjal.
- Peradangan
dan penumpukan cairan pada paru-paru dapat mengganggu kemampuan jantung
untuk memompa (tamponade jantung).
Selain itu, tuberkulosis juga dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti
erythema nodosum. Untuk informasi lebih lengkap, kamu bisa membaca
artikel: Hati-Hati, Tuberkulosis Bisa Sebabkan Erythema Nodosum.
Pencegahan Tuberkulosis
Sampai saat ini sebenarnya tidak ada cara pasti untuk sepenuhnya
mencegah penyebaran TB. Namun, ada sejumlah tindakan yang dapat kamu lakukan
untuk mengurangi penyebaran penyakit ini:
1. Pemberian Vaksin
Tuberkulosis dapat kamu cegah melalui pemberian vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin wajib dan diberikan sebelum bayi berusia
tiga bulan. Vaksin BCG juga dianjurkan bagi anak-anak, remaja, ataupun orang
dewasa yang belum pernah menerimanya pada waktu bayi.
2. Diagnosis Sedari Awal
Pencegahan penyebaran TBC akan efektif bila pengidapnya melakukan
pemeriksaan dan pengobatan sedari awal. Sebab, pengidap TBC dapat menularkan
bakteri kepada 10-15 orang setiap tahunnya.
3. Menjaga Lingkungan Tempat Tinggal
TBC adalah penyakit yang menular melalui udara saat pengidap TBC bersin
atau batuk. Risiko infeksi bisa berkurang dengan membuat sistem sirkulasi udara
atau ventilasi yang bagus dalam rumah. Sebab, bakteri penyebab TBC dapat
mengendap lebih lama dalam rumah apabila sistem ventilasi kurang layak.
4. Jalani Pola Hidup Sehat
Kamu bisa meningkatkan sistem imun dengan menerapkan pola hidup sehat. Misalnya seperti mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang dan rutin berolahraga. Sebab, sistem imun yang baik dapat membantu kamu terhindar dari berbagai macam penyakit, termasuk bakteri penyebab TBC.
Stefanus Immanuel Wijaya • 8B • 30
Comments
Post a Comment